BACAAN QURAN

Listen to Quran

Thursday 9 May 2013

Puasa dan kejujuran


Puasa dan Kejujuran

Oleh: Ustadz Agustianto, MA

Di era materialisme dewasa ini, kejujuran telah banyak dicampakkan dari
tata pergaulan sosial-ekonomi-politik dan disingkirkan dari bingkai
kehidupan manusia. Fenomena ketidak jujuran benar-benar telah menjadi
realitas sosial yang menggelisahkan. Drama ketidakjujuran saat ini telah
berlangsung sedemikian transparan dan telah menjadi semacam rahasia umum
yang merasuk ke berbagai wilayah kehidupan manusia.

Sosok manusia jujur telah menjadi makhluk langka di bumi ini. Kita lebih
mudah mencari orang-orang pintar daripada orang-orang jujur. Keserakahan
dan ketamakan kepada materi kebendaan, mengakibatkan manusia semakin  jauh
dari nilai-nilai kejujuran dan terhempas dalam kubangan materialisme dan
hedonisme  yang cendrung menghalalkan segala cara.

Pada masa sekarang, banyak manusia tidak mempedulikan jalan-jalan yang
halal dan haram  dalam mencari uang dan jabatan . Sehingga kita sering
mendengar ungkapan-ungkapan kaum materialis, “Mencari yang haram
saja sulit, apalagi yang halal”. Bahkan selalu diucapkan
orang,”kalau jujur akan terbujur”,”kalau lurus akan
kurus”,kalau ihklas akan tergilas”.

Ungkapan-ungkapan itu menunjukkan bahwa manusia zaman kini telah dilanda
penyakit mental yang luar biasa, yaitu penyakit korup dan ketidak jujuran.

Nabi muhammad Saw pernah memprediksi, bahwa suatu saat nanti, diakhir
zaman,manusia dalam mencari harta,tidak mempedulikan lagi mana yang halal
dan mana yang haram. (HR Muslim).

Ramalan Nabi pada masa kini telah menjadi realitas sosial yang mengerikan,
bahkan implikasinya telah menjadi patologi sosial yang parah, seperti
menjamurnya korupsi, pungli, suap, sogok,uang pelicin dsb. Banyak kita
temukan pencuri-pencuri berdasi melakukan penyimpangan-penyimpangan dalam
mengelola proyek. Manusia berlomba-lomba mengejar kekayaan dan kemewahan
dunia secara massif, tanpa mempedulikan garisan-garisan syariah dan
moralitas.

Era reformasi yang telah berlangsung lebih lebih sepuluh tahun, praktek
kolusi,korupsi dan suap menyuap masih saja menjadi kebiasaan masyarakat
kita . Untuk mengatasi dan mengurangi segala destruktip tersebut, puasa
merupakan ibadah yang paling ampuh dan efektif, asalkan pelaksanaan puasa
tersebut dilakukan dengan dasar iman yang mantap kepada Allah, dan ihtisab
(mawas diri), serta penghayatan yang mendalam tentang hikmat yang
terkandung di dalam puasa Ramadhan.

Puasa melatih kejujuran
Berbeda dengan sifat ibadah yang ada, puasa adalah ibadah sirriyah
(rahasia). Dikatakan sirriyah, karena yang mengetahui seseorang itu
berpuasa atau tidak, hanyalah orang yang berpuasa itu sendiri dan Allah
SWT.
      Dalam ibadah puasa, kita dilatih dan dituntut untuk berlaku jujur.
Kita dapat saja makan dan minum seenaknya di tempat sunyi yang tidak
terlihat seorangpun. Namun kita tidak akan mau makan atau minum,
karena kita sedang berpuasa. Padahal, tidak ada orang lain yang tahu
apakah kita  puasa atau tidak. Namun kita yakin, perbuatan kita itu
dilihat Allah swt..
      Orang yang sedang berpuasa juga dapat dengan leluasa berkumur sambil
menahan setetes air segar ke dalam kerongkongan, tanpa sedikitpun
diketahui orang lain. Perbuatan orang itu hanya diketahui oleh orang
yang bersangkutan. Hanya Allah dan diri si shaim itu saja yang
benar-benar mengetahui kejujuran atau kecurangan dalam menjalankan
ibadah puasa. Tetapi dengan ibadah puasa, kita tidak berani berbuat
seperti itu, takut puasa batal.
Orang yang berpuasa dilatih untuk menyadari kehadiran Tuhan. Ia dilatih
untuk menyadari bahwa segala aktifitasnya pasti diketahui dan diawasi oleh
Allah SWT.Apabila kesadaran ketuhanan ini telah menjelma dalam diri
seseorang  melalui training  dan didikan puasa, maka Insya Allah akan
terbangun sifat kejujuran.
Jika manusia jujur telah lahir, dan menempati setiap sektor dan instansi,
lembaga bisnis atau lembaga apa saja, maka tidak adalagi korupsi, pungli,
suap-menyuap dan penyimpangan-penyimpangan moral lainnya.
Kejujuran merupakan mozaik yang sangat mahal harganya. Bila pada diri
seorang manusia telah melekat sifat kejujuran, maka semua pekerjaan dan
kepercayaan yang diamanahkan kepadanya dapat di selesaikan dengan baik dan
terhindar dari penyelewengan-penyelewengan. Kejujuran juga menjamin
tegaknya keadilan dan kebenaran.
Secara psikologis, kejujuran mendatangkan ketentraman jiwa. Sebaliknya,
seorang yang tidak jujur akan tega menutup-nutupi kebenaran dan tega
melakukan kezaliman terhadap hak orang lain.Ketidakjujuran selalu
meresahkan masyarakat, yang pada gilirannnya  mengancam stabilitas sosial.
Ketidak jujuran selalu berimplikasi kepada ketidakadilan. Sebab orang yang
tidak jujur akan tega menginjak-injak keadilan demi keuntungan material
pribadi atau golongannya.
    Berlaku jujur, sungguh menjadi bermakna pada masa sekarang,, masa yang
penuh dengan kebohongan dan kepalsuan. Pentingnya kejujuran    telah banyak
disapaikan Rasulullah SAW. Diriwayatkat bahwa, Rasulullah pernah
didatangi oleh seorang pezina yang ingin taubat dengan sebenarnya.
Rasulullah menerimanya dengan satu syarat, yaitu,agar orang tersebut
berlaku jujur dan tidak bohong
Syarat yang kelihatan sangat ringan untuk sebuah pertaubatan besar, tetapi
penerapannya dalam segala aspek kehidupan sangat berat.Dan ternyata syarat
jujur tersebut sangat ampuh untuk menghentikan perbuatan zina. Jika ia
tetap berzina secara sembunyi-sembunyi, lalu bagaimana ia harus menjawab
jika Rasulullah menanyainya tentang apakah ia masih berzina atau
tidak.Untuk menghindari berbohong kepada Nabi, maka si pezina mengakhiri
prilakunya yang dusta itu dan kemudian benar-benar bertaubat dengan penuh
penghayatan.
Dari riwayat itu dapat ditarik kesimpulan, bahwa kejujuran sangat
signifikan dalam membersihkan prilaku menyimpang, seperti korupsi, kolusi,
penipuan, manipulasi, suap-menyuap dan sebagainya.
Dewasa ini kesadaran untuk menumbuhkan sifat kejujuran sebagai buah dari
ibadah puasa, kiranya  perlu mendapat perhatian serius. Pendidikan
kejujuran yang melekat pada ibadah puasa, perlu dikembangkan sebagai
bagian dari kehidupan riel dalam masyarakat. Sebab apabila kejujuran telah
disingkirkan, maka kondisi masyarakat akan runyam. Korupsi dan kolusi
terjadi di mana-mana, pungli merajalela, kemungkaran sengaja dibeking oleh
oknum-oknum tertentu demi mendapatkan setoran uang.
Fenomena kebohongan dan tersingkirnya sifat kejujuran, mengantarkan
masyarakat dan bangsa kita pada beberapa musibah nasional yang berlangsung
secara beruntun dan silih berganti tiada henti. Terjadinya malapetaka
berupa krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia adalah cermin paling
jelas dari makin hilangnya sukma. kejujuran dan semakin mekarnya kepalsuan
dalam kehidupan bangsa kita.
Dalam menghadapi kasus-kasus yang gawat seperti itu, pesan-pesan profetik
keagamaan seperti pesan luhur ibadah puasa dapat ditransformasikan untuk
membongkar sangkar kepalsuan dan mem bangun kejujuran.
Ada yang secara pesimis berpendapat, bahwa  membangun kejujuran pada era
materialisme adalah suatu utopia (angan-angan) mengingat mengakarnya sifat
ketidak jujuran dalam masyarakat dan bangsa kita. Sebagai orang beriman
yang menyandang peringkat khairah ummah, sikap pesimis di atas harus
dibuang jauh-jauh.Sebab gerakan amarma’ruf nahi mungkar yang
dilandasi iman, harus tetap dilancarkan, agar konstelasi dunia ini tidak
semakin parah.

Realitas menunjukkan, bahwa kesemarakan ramadhan dari tahun ke tahun
semakin meningkat, namun ironisnya, bersamaan dengan itu penyimpangan dan
ketidakjujuran masih berjalan terus. Padahal, suatu bulan kita dilatih dan
didik untuk berlaku jujur, menjadi orang yang dapat dipercaya. Bila selama
satu bulan itu, orang-orang yang berpuasa benar-benar berlatih secara
serius dengan penuh penghayatan terhadap hikmah puasa, maka  pancaran
kejujuran  akan terpantul dari dalam jiwa mereka. Kalau puasa Ramadhan
yang dilakukan tidak melahirkan manusia-manusia jujur, berarti kualitas
puasa orang tersebut masih  sebatas lapar dan dahaga. Karena puasa yang
dilakukan tidak memantulkan refleksi  kejujuran. Kalau orang yang
berpuasa, masih mau menerima suap dari orang-orang yang mencari pekerjaan,
berarti kualitas ibadah orang tersebut masih sangat rendah. Kalau orang
yang berpuasa, masih mau melakukan mark up dalam proyek, korupsi dan
kolusi, berarti puasa yang dilakukan masih jauh dari  tujuan puasa.
Kalau pasca puasa Ramadhan, kejujuran semakin tipis atau
sirna,pungli,korupsi dan kolusi tetap menjadi kebiasaan, barang kali puasa
yang dilakukan tidak didasari iman, tetapi mungkin ia melakukan puasa
hanya karena mengikuti tradisi.  Untuk mewujudkan manusia jujur, perlu
peningkatan iman dan penghayatan kesadaran kehadiran Tuhan. Tanpa upaya
ini, kejujuran tak kan lahir dari orang yang berpuasa Cara awalnya ialah
dengan mengikuti Training ESQ atau Pesantren Qalbu. Hasilnya sudah
terbukti secara sifnifikan di mana-mana. Banyak BUMN omzetnya meningkat
secara signifikan setelah para direktur dan managernya ikut training ESQ
(Emosional Spitual Quentiont). yang dilaksanakan oleh Ary Ginanjar
Agustian.

IKHLAS MENURUT ISLAM


Ikhlas menurut Islam
Assalamu’ alaikum to all my visitors. Tahukah kalian syarat diterimanya ibadah adalah rasa ikhlas sebagaimana diterangkan dalam ayat Al Qur'an (QS. Az Zumar: 65)," Jika kamu mempersekutukan (Rabb), niscaya akan hapuslah amalmu." Dengan ikhlas kita tidak akan tersesat ke jalan yang tidak diridhoi Allah, dengan ikhlas pula kita tidak akan menjadi orang yang riya’ atau sombong, karena sombong itu merupakan sifatnya setan. Syaitan berkata,” Ya Tuhanku, oleh karena Engkau telah menetapkanku sesat, sungguh akan kuusahakan agar anak manusia memandang indah segala yang tampak di bumi dan aku akan sesatkan mereka semua. Kecuali hamba-hambaMu dari antara mereka yang ikhlas(Al-Hijr: 39-40).
Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Maka, beras yang dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya’ akan menyebabkan amal tidak nikmat. Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu kecewa.Tetapi banyak dari kita yang beribadah tidak berlandaskan rasa ikhlas kepada Allah SWT, melainkan dengan sikap riya’ atau sombong supaya mendapat pujian dari orang lain. Hal inilah yang dapat menyebabkan ibadah kita tidak diterima oleh Allah SWT.

Arti Dari Ikhlas

Secara bahasa, Ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih dari kotoran. Sedangkan secara istilah, Ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain.

Oleh karena itu, bagi seorang muslim sejati makna ikhlas adalah ketika ia mengarahkan seluruh perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya untuk Allah, mengharap ridha-Nya, dan kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada kekayaan dunia, tampilan, kedudukan, kemajuan atau kemunduran. Dengan demikian Si Muslim tersebut menjadi tentara fikrah dan akidah, bukan tentara dunia dan kepentingan. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku.” Dan yang berkarakter seperti itulah yang mempunyai semboyan “Allahu Ghayaatunaa”, yang artinya Allah adalah tujuan kami, dalam segala aktivitas dalam mengisi kehidupan.

Kedudukan Ikhlas

Rasulullah SAW. Pernah bersabda, “ Ikhlaslah dalam beragama, cukup bagimu amal yang sedikit.” Dalam hadist lain Rasulullah SAW. bersabda,“ Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridha-Nya.”

Imam Syafi’i pernah memberi nasihat kepada seorang temannya,“ Wahai Abu Musa, jika engkau berijtihad dengan sebenar-benar kesungguhan untuk membuat seluruh manusia ridha (suka), maka itu tidak akan terjadi. Jika demikian, maka ikhlaskan amalmu dan niatmu karena Allah Azza wa Jalla.”

Karena itu tak heran jika Ibnul Qoyyim memberi perumpamaan seperti ini,“ Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tapi tidak bermanfaat.” Dalam kesempatan lain beliau berkata,“ Jika ilmu bermanfaat tanpa amal, maka tidak mungkin Allah mencela para pendeta ahli Kitab. Jika ilmu bermanfaat tanpa keikhlasan, maka tidak mungkin Allah mencela orang-orang munafik.”

Dari beberapa contoh hadist di atas menunjukkan bahwa ikhlas itu memang sangat penting bagi umat muslim dalam melaksanakan ibadah, karena tanpa rasa ikhlas dan hanya mengharap ridho dari Allah SWT ibadah kita tidak akan diterima oleh Allah.

Ciri-Ciri Orang Ikhlas

1. Terjaga dari segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT, baik sedang bersama dengan manusia atau sendiri. Disebutkan dalam hadits,“ Aku beritahukan bahwa ada suatu kaum dari umatku datang di hari kiamat dengan kebaikan seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi Allah menjadikannya seperti debu-debu yang beterbangan. Mereka adalah saudara-saudara kamu, dan kulitnya sama dengan kamu, melakukan ibadah malam seperti kamu. Tetapi mereka adalah kaum yang jika sendiri melanggar yang diharamkan Allah.” (HR Ibnu Majah)
2. Senantiasa beramal di jalan Allah SWT baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang orang lain, baik ada pujian ataupun celaan. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata,“ Orang yang riya memiliki beberapa ciri; malas jika sendirian dan rajin jika di hadapan banyak orang. Semakin bergairah dalam beramal jika dipuji dan semakin berkurang jika dicela.”
3. Selalu menerima apa adanya yang diberikan oleh Allah SWT dan selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT.
4. Mudah memaafkan kesalahan orang lain.

Pengelompokan Ikhlas

1. Iklhas Mubtadi’ : Yakni orang yang beramal karena Allah, tetapi di dalam hatinya terbesit keinginan pada dunia. Ibadahnya dilakukan hanya untuk menghilangkan kesulitan dan kebingunan. Ia melaksanakan shalat tahajud dan bersedekah karena ingin usahanya berhasil. Ciri orang yang mubtadi’ bisa terlihat dari cara dia beribadah. Orang yang hanya beribadah ketika sedang butuh biasanya ia tidak akan istiqamah. Ia beribadah ketika ada kebutuhan. Jika kebutuhannya sudah terpenuhi, ibadahnyapun akan berhenti.
2. Ikhlas Abid : Yakni orang yang beramal karena Allah dan hatinya bersih dari riya’ serta keinginan dunia. Ibadahnya dilakukan hanya karena Allah dan demi meraih kebahagiaan akhirat, menggapai surga, takut neraka, dengan dibarengi keyakinan bahwa amal ini bisa menyelamatkan dirinya dari siksaan api neraka. Ibadah seorang abid ini cenderung berkesinambungan, tetapi ia tidak mengetahui mana yang harus dilakukan dengan segera (mudhayyaq) dan mana yang bisa diakhirkan (muwassa’), serta mana yang penting dan lebih penting. Ia menganggap semua ibadah itu adalah sama.
3. Ikhlas Muhibb : Yakni orang yang beribadah hanya karena Allah, bukan ingin surga atau takut neraka. Semuanya dilakukan karena bakti dan memenuhi perintah dan mengagungkan-Nya.
4. Ikhlas Arif, yaitu orang yang dalam ibadahnya memiliki perasaan bahwa ia digerakkan Allah. Ia merasa bahwa yang beribadah itu bukanlah dirinya. Ia hanya menyaksikan ia sedang digerakkan Allah karena memiliki keyakinan bahwa tidak memiliki daya dan upaya melaksanakan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan. Semuanya berjalan atas kehendak Allah.

Manfaat dan Keutamaan Ikhlas

1. Membuat hidup menjadi tenang dan tenteram
2. Amal ibadahnya akan diterima oleh Allah SWT.
3. Dibukanya pintu ampunan dan dihapuskannya dosa serta dijauhkan dari api neraka.
4. Diangkatnya derajat dan martabat oleh Allah SWT.
5. Doa kita akan diijabah.
6. Dekat dengan pertolongan Allah.
7. Mendapatkan perlindungan dari Allah SWT.
8. Akan mendapatkan naungan dari Allah SWT di hari kiamat.
9. Allah SWT akan memberi hidayah (petunjuk) sehingga tidak tersesat ke jalan yang salah.
10. Allah akan membangunkan sebuah rumah untuk orang-orang yang ikhlas dalam membangun masjid
11. Mudah dalam memaafkan kesalahan orang lain
12. Dapat memiliki sifat zuhud (menerima dengan apa adanya yang diberikan oleh Allah SWT)

Cara Mencapai Ikhlas

Cara agar kita dapat mancapai rasa ikhlas adalah dengan mengosongkan pikiran dissat kita sedang beribadah kepada Allah SWT. Kita hanya memikirkan Allah, shalat untuk Allah, zikir untuk Allah, semua amal yang kita lakukan hanya untuk Allah. Lupakan semua urusan duniawi, kita hanya tertuju pada Allah. Jangan munculkan ras riya’ atau sombong di dalam diri kita karena kita tidak berdaya di hadapan Allah SWT. Rasakanlah Allah berada di hadapan kita dan sedang menyaksikan kita. Insya Allah dengan cara di atas anda dapat mencapai ikhlas. Dan jangan lupa untuk berdoa memohon kepada Allah SWT agar kita dapat beribadah secara ikhlas untuk-Nya, sebagaimana do’ a Nabi Ibrahim a.s,” Sesungguhnya jika Rabb-ku tidak memberi hidayah kepadaku, pastilah aku
termasuk orang-orang yang sesat.” (QS. al An'aam: 77). Wassalamu’ alaikum wr. wb.

Tuesday 7 May 2013

Man jadda wajada.



Assalamualaikum wbt. lama tak menulis..sibuk like n share maklumat d fb sebelum pilihanraya.
Keputusan dah tertera dan semua orang kena redha dengan keputusan ini. Tak kira keputusan ini valid atau tidak yang pasti semua pihak harus muhasabah diri.
Gerak hati kita semasa membuang undi digerakkan oleh Allah.Sesiapa yang diberikan hidayah oleh Allah dah tentu memilih pihak yang berlandaskan Islam begitulah sebaliknya.
Semoga semua berpuashati dengan pilihan masing2...itu jalan yang kita pilih...man jadda wajada.